Untuk melihat lebih banyak studi Alkitab dalam bahasa Indonesia, klik di sini.
2. Why did Jesus Die?
2. Mengapa Yesus Mati?
Seberapa banyak dari antara kita yang memiliki teman-teman atau relasi yang memakai kalung dengan model alat pemenggal kepala di leher mereka? Atau bahkan kursi listrik? Kedengarannya aneh bukan? Namun seberapa sering kita bertemu dengan orang-orang yang memiliki sebuah kalung salib di leher mereka? Kita terlalu sering melihat kalung salib di leher banyak orang sehingga kita tidak pernah memikirkannya, namun salib juga adalah satu bentuk hukuman mati sebagaimana alat pemenggal kepala dan kursi listrik. Mengapa orang banyak memakai sebuah salib? Salib adalah salah satu dari bentuk hukuman mati yang pernah dibuat. Bahkan orang-orang Roma, yang tidak mengenal Hak Asasi Manusia, menghapuskan penyaliban pada 337 M mengingat bahwa hal itu terlalu tidak manusiawi. Namun salib selalu dianggap sebagai simbol iman Kristen. Sebuah proporsi yang tinggi dari kitab Injil adalah mengenai kematian Yesus. Banyak dari kitab Perjanjian Baru lainnya yang memberikan perhatian dengan menjelaskan apa yang terjadi di salib.
Ketika rasul Paulus pergi ke Korintus, ia berkata, “Sebab aku memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (I Korintus 2:2). Ketika kita memikirkan Winston Churchill, Ronald Reagan, Mahatma Gandhi atau Martin Luther King, kita berpikir tentang apa yang mereka lakukan dalam hidup mereka, bagaimana mereka mempengaruhi masyarakat dengan tindakan mereka. Namun ketika kita membaca Perjanjian Baru, kita membaca lebih banyak mengenai kematian Yesus daripada kehidupan-Nya. Yesus, lebih dari orang lain yang mengubah wajah sejarah dunia, diingat lebih kepada kematian-Nya daripada kehidupan-Nya. Mengapa kematian Yesus perlu difokuskan? Apa perbedaan antara kematian-Nya dengan kematian Putri Diana, atau salah satu martir lainnya, atau pahlawan-pahlawan perang? Mengapa Ia mati? Apa yang diperoleh-Nya? Apa maksud Alkitab ketika Perjanjian Baru berkata bahwa Yesus mati bagi dosa-dosa kita? Ini adalah beberapa pertanyaan yang ingin kita jawab dalam pembelajaran hari ini.
Masalah
Ketika saya masih muda saya sering melakukan percakapan kepada perorangan, secara pribadi menanyakan mereka mengenai hubungannya dengan Tuhan, berharap mendapat kesempatan untuk menceritakan tentang karya Yesus bagi mereka. Seringkali mereka akan berkata bahwa mereka tidak memerlukan Yesus, bahwa hidup mereka telah cukup, sempurna dan bahagia. “Saya mencoba menghidupi hidup yang baik,” kata mereka, “dan memiliki alasan untuk berpikir bahwa ketika saya mati, saya mungkin akan baik-baik saja karena saya telah menghidupi hidup yang baik.” Sesungguhnya mereka mencoba untuk mengatakan bahwa mereka tidak butuh Juruselamat karena tidak melihat ada sesuatu dari hidupnya yang perlu untuk diselamatkan. Tidak ada penghargaan dan kasih untuk Juruselamat karena mereka tidak pernah diyakinkan akan kesalahan pribadi mereka dan pemberontakan terhadap Allah yang kudus. Namun kita semua memiliki masalah.
23karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23).
Saya tidak tahu mengenai Anda namun saya menemukan sangatlah sukar untuk berkata, “Saya salah. Tolong terimalah permohonan maaf saya.” Saya sangat cepat untuk menyalahkan orang lain dan sangat lambat menerima bahwa saya yang salah. Isteri saya mengetahui bahwa saya memiliki indera penunjuk arah yang bagus karena saya telah berlayar di lautan selama bertahun-tahun ketika saya masih muda. Anda belajar mengarahkan dengan petunjuk matahari. Namun sekali-kali dan lagi saya salah dan menemukan bahwa saya menuju ke utara saat saya berpikir saya sedang menuju ke barat. Sulit bagi saya mengakui bahwa saya salah. Apakah ada yang menemui kesulitan untuk mengakui bahwa Anda salah? Ini adalah bagian dari keadaan manusia.
Jika kita jujur, kita semua harus mengakui bahwa kita melakukan hal-hal yang kita tahu itu salah. Banyak orang tidak bisa menerima kenyataan bahwa mereka mungkin menyalahkan, atau setengah menyalahkan. Fenomena tidak biasa ini diperhadapkan kepada kita ketika orang-orang mengisi formulir klaim kecelakaan mobil mereka. Ini adalah contoh sempurna dari orang-orang yang tak dapat menerima walau hanya tanggung jawab terkecil sekalipun. Seperti yang ditunjukkan berikut ini, beberapa pengemudi bersikeras menyalahkan orang lain untuk hal-hal yang lebih mungkin terlihat sebagai kesalahan mereka sendiri. Berikut ini adalah beberapa contoh agar mereka bisa menang dan mendapat dana yang diklaim:
-
“Saya menganggap tidak ada salah satu kendaraan pun yang perlu disalahkan, namun jika harus ada yang disalahkan maka yang lainlah yang salah.”
-
“Tiang telegraf mendekat dengan cepat. Saya mencoba untuk menghindari jalurnya ketika ia menghantam ujung depan kendaraan saya.”
-
“Orang itu ada dimana-mana. Saya harus mengelak beberapa kali sebelum saya akhirnya menabraknya.”
-
“Sebuah mobil tak terlihat entah muncul darimana, menghantam mobil saya dan lenyap.”
-
“Saya bertabrakan dengan sebuah truk stasioner yang datang dari arah berlawanan.”
-
“Pulang ke rumah, saya menyetir masuk ke rumah yang salah dan menabrak sebuah pohon yang bukan punya saya.”
-
“Saya telah mengemudi selama 40 tahun ketika saya tertidur di belakang kemudi dan mengalami kecelakaan.”
Bagi siapapun yang membuat pernyataan berikut dalam formulir kecelakaan mereka, dapatlah diperdebatkan apakah toilet, seorang mekanik atau seorang guru Inggris akan menjadi solusi terbaik. Saya akan membiarkanmu memutuskannya:
-
"I was on the way to the doctor with rear end trouble when my universal joint gave way causing me to have an accident." (“Saya sedang dalam perjalanan ke dokter dengan bagian belakang yang bermasalah ketika sambungan universal saya bobol menyebabkan saya mengalami kecelakaan.”)
Agar manusia dapat mengerti kebutuhan mereka akan seorang Juruselamat, marilah kembali dan lihat pada masalah terbesar yang dihadapi setiap orang di dunia. Masalahnya ialah bahwa kita semua telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Suatu waktu, ketika saya sedang di jalanan berbicara dengan orang asing mengenai imannya, seseorang memberitahukan saya bahwa ia akan baik-baik saja ketika hidupnya berakhir kelak, karena ia telah menolong dua orang untuk keluar dari kecelakaan pesawat sebelum pesawat itu meledak, ia telah menyelamatkan hidup mereka. Ketika saya bertanya kepadanya apa yang akan dia lakukan terhadap dosanya, ia berkata bahwa ia tidak pernah berdosa. Ia tertipu dalam pemikiran bahwa kedudukan moralnya lebih baik dari kebanyakan orang, dan bahwa ia akan baik-baik saja pada hari penghakiman ketika setiap orang akan memberi pertanggungjawaban tentang dirinya sendiri kepada Allah atas perbuatannya (Roma 14:12).
Kebanyakan orang menilai diri mereka sendiri dengan melihat hidup orang lain. Izinkan saya menjelaskan maksud saya: jika saya mengatakan bahwa dinding ini melambangkan sebuah skala seluruh manusia yang pernah hidup dan yang terbawah ialah orang yang paling buruk, dan yang teratas dari dinding ini mewakili orang-orang yang sangat baik dan paling benar. Siapakah yang akan Anda letakkan di bawah? Banyak yang berkata Adolf Hitler, Josef Stalin, atau mungkin Saddam Hussein dan atasannya. Siapakah yang akan Anda letakkan di atas? Mungkin Anda akan berkata, “Mother Theresa, Putri Diana, Martin Luther King, atau mungkin Billy Graham. Saya yakin bahwa Anda setuju bahwa kita ada di suatu tempat pada dinding – Keith Thomas mungkin ada di bawah sana dan mungkin Anda lebih tinggi darinya. Jadi, apa standarnya menurut Anda? Banyak dari antara kita mungkin menjawab bahwa langit-langitlah yang menjadi standarnya, melihat pelaku kemanusiaan terbaik ada di sana. Namun hal itu bukanlah standar yang dikatakan oleh Alkitab. Bagian yang baru kita lihat, Roma 3:23, berkata bahwa standarnya adalah kemuliaan Allah, yakni Yesus Kristus – kemuliaan Allah yang ideal untuk kehidupan. Kita semua telah terjatuh jauh dari target, itulah yang dimaksud dengan dosa – terjatuh jauh. Jika kita membandingkan diri kita dengan perampok bersenjata atau penganiaya anak atau bahkan tetangga kita, kita mungkin berpikir bahwa kita cukup baik, namun ketika kita membandingkan diri kita dengan Yesus Kristus, kita melihat seberapa jauh kita telah jatuh.
Somerset Maugham pernah berkata, “Jika saya menuliskan setiap pikiran yang pernah saya pikirkan dan setiap perbuatan yang pernah saya lakukan, orang-orang akan menyebut saya seorang monster kebejatan.” Esensi dosa adalah pemberontakan terhadap Allah (Kejadian 3) dan akibatnya ialah kita terpisah dari-Nya. Sama seperti anak yang hilang (Lukas 15), kita menemukan bahwa kita jauh dari rumah Bapa dan hidup kita berantakan. Beberapa mungkin berkata, “Jika kita semua ada dalam kapal yang sama, apakah ia benar-benar penting?” Jawabannya ialah, ya, sangatlah penting karena akibat dosa adalah hidup kita, yang dapat disimpulkan dalam empat bagian, pencemaran dosa, kuasa dosa, upah dosa, dan pemisahan oleh dosa.
-
Pencemaran Dosa
20Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, 21sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang” (Markus 7:20-23).
Anda mungkin berkata, “Saya tidak melakukan sebagian besar dari hal-hal ini.” Namun satu saja dari antaranya cukup untuk membuat hidup kita berantakan. Kita mungkin berharap Sepuluh Hukum Taurat seperti sebuah kertas ujian yang mana kita hanya perlu “mengusahakan tiga” di antaranya. Namun Perjanjian Baru berkata bahwa jika kita mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya (Yakobus 2:10). Satu dosa cukup untuk mencemari hidupmu dan mengecualikan Anda dari kesempurnaan sorga. Sebagai contoh, tidaklah mungkin untuk memiliki sebuah catatan mengemudi yang “cukup bersih”. Antara apakah ia bersih atau tidak. Satu pelanggaran saat berkemudi menghentikannya dari catatan yang bersih. Atau ketika polisi menghentikan Anda karena kecepatannya, Anda tidak akan memberitahukannya bahwa Anda belum pernah melanggar hukum negara yang lain, dan berharap untuk dapat bebas. Satu pelanggaran lalu lintas berarti Anda telah melanggar hukum. Demikian pula dengan kita. Satu pelanggaran membuat hidup kita kotor. Sebagai contoh, berapa banyak pembunuhan yang membuat Anda menjadi seorang pembunuh? Hanya satu, tentunya; Seberapa banyak kebohongan yang dilakukan seseorang sebelum ia menjadi seorang pembohong? Satu. Seberapa banyak dosa yang dilakukan seseorang sebelum ia menjadi seorang pendosa? Lagi, jawabannya adalah satu. Satu pelanggaran membuat hidup kita kotor.
2) Kuasa Dosa
34Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa (Yohanes 8:34).
Hal-hal salah yang kita lakukan memiliki kekuatan adiktif. Ketika saya masih muda dan memakai narkoba, seringkali saya menyadari bahwa hal itu sedang merusak hidup saya, namun ia terus mencengkeram saya. Saya mencoba dua atau tiga kali untuk membuang mereka, namun saya selalu kembali dan membawa lebih banyak. Banyak orang memberitahukan Anda bahwa ganja tidak memiliki kekuatan adiktif, namun bagi saya tidaklah demikian, saya tidak dapat merdeka sampai saya memberikan hidup saya kepada Kristus. Mungkin pula menjadi seorang pecandu minuman, atau kecanduan cepat naik darah, iri hati, congkak, sombong, egois, fitnah ataupun percabulan. Kita dapat menjadi kecanduan dengan pola pikiran atau sikap yang mana tidak dapat kita patahkan oleh diri kita sendiri. Inilah perbudakan yang Yesus katakan. Hal-hal yang kita lakukan, dosa-dosa yang melibatkan kita, memiliki sebuah kuasa atas kita yang menjadikan kita budak terhadap mereka. Uskup J.C. Ryle, seorang mantan uskup Liverpool, pernah menuliskan:
Setiap dan semua (dosa-dosa) memiliki kerumunan tawanan-tawanan menyedihkan yang kaki dan tangannya terikat dalam rantai mereka… Tawanan yang malang… kadangkala menyombongkan bahwa mereka sungguh-sungguh merdeka… Tidak ada perbudakan seperti demikian. Dosa sungguh-sungguh yang terpayah dari semua tuan. Penderitaan dan kekecewaan, keputusasaan dan neraka – hanyalah semua ini upah yang dibayarkan dosa bagi budak-budaknya.
3) Upah Dosa
“Sebab upah dosa ialah maut” (Roma 6:23)
Berita ialah salah satu hal yang sering menggerakkan hati saya untuk berdoa. Ketika saya mendengar seorang ibu yang membunuh atau menyiksa anak-anaknya dengan semena-mena, saya menginginkan keadilan. Ketika saya menghadapi jalanan macet, dan mobil-mobil berjalan cepat di sisi jalan yang mana hanya polisi dan truk-truk rusak yang berhak melewatinya, saya menjadi marah dan menginginkan mereka untuk ditangkap. Namun ketika saya terlambat kerja dan ngebut untuk mencoba datang ke rapat staff tepat waktu, saya tidak menginginkan keadilan, saya ingin kemurahan dan anugerah. Saya ingin agar polisi melepaskan saya. Saya tebak saya ialah seorang munafik! Kita benar ketika merasa bahwa dosa harus dihukum. Keberadaan hukum adalah untuk menuntun agar kita hidup benar, orang-orang yang berdosa harus dihukum oleh karena dosanya. Dosa akan memperoleh upahnya sama seperti pekerjaan kita minggu demi minggu berhak mendapatkan upah. Majikan kita akan membayar kita sesuai dengan apa yang telah kita kerjakan – upah kita. Demikian pula, Tuhan, dalam keadilan-Nya, harus memberikan upah yang patut sesuai dengan hidup berdosa kita – keterpisahan selamanya dari Allah, yang disebut neraka oleh Alkitab. Upah dosa ialah maut.
4) Pemisahan oleh Dosa
“Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:1-2).
Ketika Paulus berkata bahwa upah dosa ialah maut, yang ia bicarakan bukanlah mati secara jasmani. Nabi Yesaya berkata bahwa dosa memisahkan kita dari Tuhan. Ada kematian rohani yang berefek pada keterasingan selamanya dari Allah. Pemisahan dari Allah inilah yang kita alami dalam hidup ini. Sebagai efek dari dosa, setiap kita telah merasa jauh dari Allah, namun hal ini juga akan menjadi sebuah kenyataan saat kita berpindah dari kematian kepada kehidupan sebenarnya yang ada di luar dunia ini. Kesalahan-kesalahan yang kita lakukan menyebabkan adanya batasan ini.
SOLUSI
Kita semua memerlukan seorang Juruselamat untuk melepaskan kita dari akibat dosa dalam hidup kita. Lord Chancellor di Inggris, Lord Mackay di Clashfern, menulis:
Tema sentral iman kita ialah pengorbanan diri-Nya oleh Tuhan Yesus Kristus di atas Salib bagi dosa-dosa kita… Semakin dalam pengertian kita akan kebutuhan kita, semakin besar pula kasih kita kepada Tuhan Yesus, dan, oleh karenanya, semakin bergairah pula keinginan kita untuk melayani-Nya.
Kabar baik dari Kekristenan ialah bahwa Tuhan telah melihat keadaan sulit yang kita hadapi, dan telah mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Solusi-Nya ialah dengan menjadi pengganti bagi kita semua. Allah sendiri datang dalam pribadi Yesus, Sang Kristus, untuk menggantikan tempat kita, sesuatu yang oleh John Stott, pengarang banyak buku, disebut sebagai “penggantian-diri” Allah. Rasul Petrus menggambarkannya demikian:
24Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh (1 Petrus 2:24).
1) Penggantian-Diri Allah
Apa yang dimaksud dengan penggantian diri? Dalam bukunya, Miracle on the River Kwai, Ernest Gordon menceritakan kisah nyata sebuah grup tawanan perang yang bekerja di jalan rel kereta api Burma selama Perang Dunia Dua. Di akhir setiap hari, peralatan-peralatan akan dikumpulkan kembali dari rombongan pekerja. Pada suatu kesempatan seorang pengawas Jepang meneriakkan bahwa sebuah sekop telah hilang dan menuntut untuk mengetahui siapakah yang telah mengambilnya. Ia mulai berkata-kata kasar dan membentak-bentak, mengamuk dalam kegilaan dan memerintahkan kepada barangsiapa yang bersalah untuk melangkah maju. Tidak ada yang bergerak. “Semua mati! Semua mati!” ia menjerit, mengokang, dan membidikkan senapannya kepada para tawanan. Pada saat itu seorang pria maju and sang penjaga memukulnya dengan senapannya sampai mati sementara pria itu hanya berdiri dengan diam dan menjadi soroton. Ketika mereka kembali ke perkemahan, peralatan-peralatan dihitung kembali dan tidak ada sekop yang hilang. Pria itu telah mati sebagai pengganti untuk menyelamatkan yang lainnya. Demikian juga Yesus melangkah maju dan memuaskan keadilan dengan mati di posisi kita.
2) Penderitaan Salib
Yesus adalah pengganti kita. Ia menanggung penyaliban bagi kita. Cicero menggambarkan penyaliban sebagai “penyiksaan yang paling kejam dan mengerikan”. Yesus dilucuti dan diikat pada tiang penyesahan. Ia dicambuk dengan empat atau lima utas tali dari kulit yang terjalin dengan tulang tajam bergerigi dan timah. Eusebius, sejarahwan gereja abad ketiga, menggambarkan pencambukan Romawi dalam kondisi seperti ini: “pembuluh darah penderita terbaring kosong, dan … seluruh otot, urat, dan isi perut dari korban diperlihatkan” Kemudian ia dibawa ke Pratorium, halaman di dalam benteng Romawi, dimana sebuah mahkota duri didorong masuk ke kepala-Nya. Ia dicemooh oleh satu batalyon yang terdiri dari 600 orang dan dipukuli di wajah dan kepala-Nya. Lalu ia dipaksa memikul sebuah salib yang berat pada pundak-Nya yang berdarah hingga ia terjatuh, dan Simon dari Kirene dipaksa memikulnya untuk-Nya.
Ketika mereka tiba di tempat penyaliban, Ia dilucuti lagi hingga telanjang. Ia dibaringkan di atas salib, dan paku-paku enam inci dipakukan ke lengan bawah-Nya, tepat di atas pergelangan tangan. Lututnya diputar ke samping agar pergelangan kaki-Nya dapat dipaku di antara tulang kering dan urat keting. Ia diangkat ke salib yang kemudian ditancapkan pada sebuah rongga di tanah. Di sana Ia dibiarkan tergantung dalam terik yang menyengat dan kehausan yang tak tertahankan, dipamerkan untuk diolok-olok oleh orang banyak. Ia tergantung di sana dalam rasa sakit yang tak masuk akal selama enam jam sementara hidup-Nya perlahan-lahan menuju kematian. Namun bagian terburuk bukanlah pada trauma fisik, bukan pula pada rasa sakit emosional oleh penolakan dunia dan penelantaran sahabat-sahabat-Nya, namun pada penderitaan rohani mendalam oleh keterpisahan dengan Bapa bagi kita – ketika Ia menanggung dosa kita.
Karena karya Yesus yang telah selesai di atas salib, dalam pembayaran penuh bagi tuntutan yang sepatutnya dosa, Allah sanggup sekarang untuk menjamin orang-orang yang menerima-Nya, sebuah pengampunan penuh. Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa ia tidak terasing dari penderitaan. Ia sendiri telah menanggung segala sesuatu pada diri-Nya dan lebih dari yang seharusnya kita tanggung. Ia mati bagi kita dan sebagai ganti kita. Di salib, Allah menunjukkan kasih-Nya bagi kita.
16“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
HASIL
Kitab suci memberikan kita empat gambar untuk menggambarkan karya Yesus di atas salib bagi kita:
21Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, 22yaitu kebenaran Allah oleh karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. 23Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, 24dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. 25Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.26Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus (Roma 3:21-26).
-
Gambaran pertama ialah dari Bait Allah:
“Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan (korban) pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.” (ayat 25).
Dalam Perjanjian Lama, hukum-hukum terhadap setiap tindakan dosa ditetapkan dengan sangat hati-hati. Ada sebuah sistem lengkap korban persembahan yang menunjukkan keseriusan terhadap dosa dan kebutuhan untuk penyuciannya. Dalam sebuah kasus khusus pendosa akan mengambil seekor binatang. Binatang tersebut haruslah sesempurna mungkin. Pendosa itu akan meletakkan tangannya pada binatang dan mengakui dosa-dosanya. Demikianlah dosa-dosanya terlihat berpindah dari pendosa kepada binatang yang kemudian akan disembelih. Ini hanyalah sebuah gambaran bagi kita semua bahwa dosa berarti kematian, dan satu-satunya jalan keluar adalah kematian penggantinya. Inilah alasan Yohanes Pembaptis, ketika ia melihat Yesus datang kepadanya, berseru, “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).
-
Gambaran kedua ialah dari pasar
24dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (ayat 24)
Utang bukanlah sebuah masalah yang terbatas pada hari ini; namun juga sebuah masalah pada dunia kuno. Jika seseorang memiliki utang yang sangat besar, jalan keluarnya hanyalah dengan menjual diri mereka untuk membayar utang-utangnya, ataupun pengadilan menjatuhkan hukuman perbudakan pada mereka. Misalkan seorang teman ditemui di pasar tepat saat ia sedang dijual dan ditawarkan harganya. Misalkan temannya itu kemudian membayar utangnya dan membebaskannya. Ia akan menebusnya. Dalam cara yang serupa Yesus membayar “biaya penebusan” untuk membeli kita dari pasar perbudakan iblis oleh dosa.
Selama perang antara Inggris dan Perancis berlangsung, para pria harus mengikuti wajib militer dalam Pasukan Perancis dengan sebuah sistem undi. Ketika nama seseorang diundi, ia harus pergi berperang. Pada suatu kesempatan, penguasa mendatangi seorang pria dan memberitahukannya bahwa ia telah terpilih. Ia menolak untuk pergi dan berkata, “Saya ditembak dan dibunuh dua tahun yang lalu.” Awalnya para aparat mempertanyakan kewarasannya, namun ia bersikeras bahwa itu adalah kasus yang benar-benar terjadi. Ia mengklaim bahwa catatan-catatan militer akan menunjukkan bahwa ia terbunuh dalam aksi tersebut. “Bagaimana bisa?” mereka menanyakannya. “Anda hidup sekarang!” Ia menjelaskan bahwa ketika namanya muncul pertama kali, seorang sahabat karibnya berkata kepadanya, “Kamu memiliki sebuah keluarga yang besar, tapi saya belum menikah dan tidak ada orang yang bergantung kepadaku. Saya akan mengambil namamu dan alamatmu dan pergi sebagai penggantimu.” Dan inilah sesungguhnya yang ditunjukkan oleh catatan tersebut. Kasus yang tidak biasa ini ditujukan kepada Napoleon Bonaparte, yang memutuskan bahwa negara tidak memilik hak legal untuk menuntut pria tersebut. Ia bebas. Ia telah mati dalam diri orang lain.
-
Gambaran ketiga ialah dari pengadilan
Kita, “oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma” (ayat 24).
Paulus menggunakan kata-kata “dibenarkan dengan cuma-cuma”. Pembenaran adalah sebuah istilah legal. Jika Anda pergi ke pengadilan dan Anda dibebaskan, Anda dibenarkan. Ada dua orang pergi ke sekolah dan universitas bersama-sama dan mengembangkan sebuah persahabatan yang karib. Hidup terus berlanjut dan mereka menjalani jalan yang berbeda dan komunikasi pun terputus. Yang satu menjadi seorang hakim, sementara yang lain berakhir menjadi seorang penjahat. Suatu hari si penjahat berhadapan dengan sang hakim. Ia dinyatakan bersalah atas kejahatan yang dilakukannya. Sang hakim mengenali sahabat lamanya, dan menghadapi sebuah dilema. Ia adalah seorang hakim sehingga ia harus berlaku adil: ia tidak dapat membebaskan pria tersebut. Di sisi lainnya, ia tidak ingin menghukum pria itu, karena ia mengasihinya. Sehingga ia memberitahukan temannya bahwa ia akan mendendanya sesuai dengan hukuman yang tepat bagi pelanggarannya. Itulah keadilan. Kemudian ia turun dari posisinya sebagai seorang hakim dan menulis sebuah cek dengan jumlah sebesar denda tersebut. Ia memberikannya kepada temannya, dan berkata bahwa ia akan membayar hukuman tersebut bagi dia. Itulah kasih.
Ini adalah sebuah ilustrasi mengenai hal yang Tuhan telah lakukan bagi kita. Dalam keadilan-Nya, ia mengadili kita karena kita bersalah, tetapi kemudian, dalam kasih-Nya, ia turun ke dunia dalam pribadi Anak-Nya, Tuhan Yesus, dan membayarkan hukumannya bagi kita. Dalam cara inilah, Ia sekaligus ‘adil’ (karena Ia tidak mengizinkan yang bersalah tanpa hukuman), dan Ia yang ‘membenarkan’ – Roma 3:26 (dengan mengambil tuntutan hukum itu bagi diri-Nya dalam pribadi Anak-Nya, Ia memungkinkan kita untuk merdeka).
Ilustrasi yang digunakan bukanlah yang paling tepat karena tiga alasan. Pertama, keadaan kita jauh lebih buruk. Hukuman yang kita hadapi bukanlah sekedar denda, namun kematian, bukanlah kematian fisik, namun keterpisahan dari penulis hidup kita – kematian rohani – selamanya terpisah dari Allah. Kedua, hubungannya lebih dekat. Bukanlah sekedar dua sahabat: Ia adalah Bapa kita di Surga yang mengasihi kita lebih dari orang tua di dunia mengasihi anaknya sendiri. Ketiga, harganya jauh lebih besar: Harganya bukanlah uang, namun Anak-Nya yang tunggal dan satu-satunya – yang dibayarkan bagi hukuman atas dosa. Ini bukanlah pihak ketiga yang tidak bersalah namun Allah sendirilah yang menyelamatkan kita.
4) Gambaran keempat ialah dari rumah
19sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka (2 Korintus 5:19).
Kisah Anak yang hilang dapat terjadi pula pada diri kita (Lukas 15:11-32), dosa menjauhkan kita dari Ia yang menciptakan kita. Allah telah mendamaikan kita kepada diri-Nya dan menjauhkan dosa-dosa kita, jika kita mau menerima pemberian kasih dan anugerah-Nya. Ia telah menggantikan posisi kita.
Pada tahun 1829, seorang pria Philadelphia yang bernama George Wilson merampok Layanan Pos Amerika, membunuh seseorang dalam kejadian itu. Wilson ditangkap, dibawa ke pengadilan, dinyatakan bersalah, dan dijatuhi hukuman gantung. Beberapa temannya mencoba menolongnya dan akhirnya mampu mendapatkan pengampunan untuknya dari Presiden Andrew Jackson. Namun, ketika ia dikabari akan hal ini, George Wilson menolak untuk menerima pengampunan itu! Kepala polisi tidak bersedia untuk melaksanakan hukuman tersebut – sebab bagaimana mungkin ia menggantung seseorang yang telah diampuni? Permohonan banding dikirimkan kepada Presiden Jackson. Presiden yang bingung pun mengembalikan ke Mahkamah Agung Amerika untuk memutuskan kasusnya. Ketua Mahkamah Agung Marshall memutuskan bahwa sebuah pengampunan adalah hanya selembar kertas, yang nilainya tergantung pada orang yang bersangkutan. Sulit untuk menyangka bahwa seseorang yang dijatuhi hukuman mati akan menolak sebuah pengampunan, namun jika ditolak, maka hal itu kemudian bukanlah sebuah pengampunan. George Wilson harus digantung. Jadi, George Wilson pun dieksekusi, walaupun pengampunannya telah tergeletak di atas meja kepala penjara tersebut. Apa yang akan Anda lakukan dengan pengampunan penuh yang ditawarkan oleh Sang Ketua Mahkamah Agung – Allah semesta alam?
John Wimber, seorang gembala dan pemimpin gereja Amerika, menggambarkan bagaimana salib menjadi nyata bagi dirinya:
Setelah saya mempelajari Alkitab… sekitar tiga bulan saya dapat melewati sebuah ujian dasar mengenai salib. Saya mengerti ada satu Allah yang dikenal dalam tiga Pribadi. Saya mengerti Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia dan Ia mati di kayu salib bagi dosa-dosa dunia. Tapi saya tidak mengerti bahwa saya adalah seorang pendosa. Saya pikir saya adalah seorang pria yang baik. Saya tahu saya gagal di sana sini namun saya tidak menyadari betapa gawatnya kondisi saya. Di suatu sore sekitar waktu seperti ini, Carol (isterinya), berkata “Saya pikir ini adalah saatnya untuk melakukan sesuatu mengenai segala sesuatu yang telah kita pelajari.” Kemudian, saat saya memandangnya dengan heran, ia berlutut di lantai dan berdoa kepada yang tampak bagiku seperti pada plafon. “Oh Tuhan,” ia berkata, “Aku meminta ampun atas dosaku.” Saya tidak mampu untuk percaya. Carol adalah orang yang lebih baik dari saya, namun ia berpikir bahwa ia adalah seorang yang berdosa. Saya dapat merasakan kesakitannya dan kedalaman dari doa-doanya. Segera ia menangis dan mengulangi, “Aku meminta ampun atas dosa-dosaku.” Ada enam atau tujuh orang di ruangan itu, semuanya dengan mata yang tertutup. Saya melihat kepada mereka dan hal itu memukulku; mereka semua mendoakan hal ini juga! Saya mulai berkeringat. Saya pikir saya akan segera mati. Peluh mengaliri wajahku dan saya berpikir, “Saya tidak akan melakukan hal ini. Ini bodoh. Saya adalah seorang pria yang baik.” Kemudian saya tersadar. Carol tidak sedang berdoa pada plafon; ia sedang berdoa pada seorang pribadi, kepada Allah yang mampu mendengarkannya. Dibandingkan dengan-Nya, ia menyadari bahwa ia adalah seorang pendosa yang membutuhkan pengampunan. Dalam sekejap, salib menjadi pengalaman pribadi bagiku. Tiba-tiba saya mengetahui sesuatu yang tidak saya ketahui sebelumnya; saya telah menyakiti perasaan Tuhan. Dia mengasihiku dan dalam kasih-Nya, Dia mengirimkan Yesus. Tetapi saya telah berbalik dari kasih-Nya; saya telah menghindarinya selama hidupku. Saya seorang pendosa yang sangat membutuhkan salib.
Kemudian saya juga berlutut di lantai, tersedu-sedu, dengan ingus yang mengalir, mata yang basah, dan setiap bagian dari tubuh saya berkeringat deras. Saya memiliki luapan perasaan ini bahwa saya sedang berbicara dengan Seseorang yang telah bersama dengan saya seumur hidup saya, namun saya gagal mengenali-Nya. Seperti Carol, saya mulai berbicara kepada Allah yang hidup, memberitahukan-Nya bahwa saya adalah pendosa namun kata-kata yang mampu saya ucapkan hanyalah, “Oh Tuhan… Oh Tuhan…”
Saya tahu sesuatu yang mengubahkan sedang terjadi dalam diriku. Saya berpikir, “Semoga ini manjur, karena saya sedang membuat diriku terlihat bodoh.” Kemudian Tuhan mengingatkanku pada seorang pria yang pernah saya lihat di Pershing Square di Los Angeles beberapa tahun yang lalu. Ia memakai sebuah tanda yang berkata, “Saya seorang yang bodoh bagi Kristus. Punya siapakah kebodohanmu?” Saya berpikir saat itu, “Ini adalah hal terbodoh yang pernah saya lihat. Namun saat saya berlutut di lantai saya menyadari kebenaran dari tanda yang aneh tersebut: salib adalah kebodohan “bagi mereka yang akan binasa” (I Korintus 1:18). Malam itu saya berlutut di depan salib dan percaya kepada Yesus. Saya telah menjadi bodoh sejak saat itu.
Doa: Bapa yang di Sorga, ampuni saya atas kesalahan-kesalahan yang telah saya lakukan dalam hidupku. (Ambil waktu sejenak untuk meminta pengampunan-Nya untuk hal-hal khusus yang ada di hatimu.) Tolong ampuni saya. Sekarang saya berbalik dari segala sesuatu yang salah. Terima kasih karena Engkau mengirimkan Anak-Mu, Yesus, untuk mati di atas salib bagiku agar saya dapat diampuni dan dimerdekakan. Mulai saat ini saya akan mengikuti dan menaati-Mu sebagai Tuhanku. Terima kasih karena Engkau menawarkan hadiah pengampunan dan Roh-Mu. Saya terima pemberian ini sekarang. Masuklah dalam hidupku oleh Roh Kudus-Mu, bersama denganku selamanya. Dalam nama Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.
Keith Thomas
Diadaptasi dari Nicky Gumbel dan Alpha Course.
Website: www.groupbiblestudy.com